A. Pendahuluan
Modernisasi dan Kapitalisme jika dihubungkan
dengan agama akan menjadi topik perbincangan yang sangat menarik. Bukan saja
karena modernisasi dan kapitalisme cenderung diikuti oleh sekularisasi tetapi
juga karena ia mereduksi peran-peran yang selama ini dimainkan oleh agama.
Pengalaman masyarakat Barat telah membuktikan betapa marginal posisi agama di
dalam kehidupan masyarakat ketika modernisasi dan kapitalisme mengalami masa
jayanya.
B. Modernisasi
Pengertian Modernisasi
Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang
lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan
kata lain modernisasi adalah suatu proses perubahan dari cara-cara tradisional
ke cara-cara baru yang pada dasarnya
setiap masyarakat menginginkan perubahan dari keadaan tertentu kearah yang
lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan yang lebih maju dan makmur.
Keinginan akan adanya perubahan itu adalah awal dari suatu proses modernisasi.[1]
Modernisasi Menurut PakarWilbert E Moore, modernisasi adalah
suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern
dalam arti teknologi serta organisasi sosial kearah pola-pola ekonomis dan
politis yang menjadi ciri negara barat yang stabil.
J W School, modernisasi adalah suatu transformasi, suatu
perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.
Soerjono Soekanto, modernisasi adalah suatu bentuk dari
perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang
biasanya dinamakan sosial planning.
Dapat
dikesimpulkan berdasar pada tiga pendapat diatas, secara sederhana modernisasi
dapat diartikan sebagai perubahan masyarakat dari masyaraat tradisional
kemasyarakat modern dalam seluruh aspeknya.
Sejarah Modernisasi
Secara
historis modernisasi berarti transformasi sosial, politik, ekonomi, kultural
dan mental yang terjadi di Barat sejak abad ke- 16 dan mencapai puncak pada
abad ke 19 dan 20. Modernisasi meliputi proses industrialisasi, urbanisasi,
rasionalisasi, birokratisasi, demokrasi, pengaruh kapitalisme, perkembangan
individualisme dan motivasi untuk berprestasi, meningkatkan pengaruh akal dan
sains serta berbagai proses lainnya.
Masyarakat Eropa Barat selama abad
ke 17 dan 18 sudah mengalami serangkaian mutasi ekonomi dan politik yang
mencapai titik kulminasinya pada revolusi industri di Inggris dan revolusi
Prancis tahun 1789. Sejak saat itu sebuah dunia barupun tergambar di tandai
dengan adanya industrialisasi, pembagian kerja dan urbanisasi berkembangnya
negara, bangsa dan naik daunnya demokrasi massa. Sejajar dengan hal itu
nilai-nilai barupun lahir,bahwa rasio menjadi satu-satunya penguasa yang diterima
untuk ditaati oleh manusia,kebebasan dan kesetaraan dimasukkan pada hak-hak
universal dalam deklarasi hak-hak asasi manusia dan warga negara. Seluruh
transformasi ini membuka apa yang biasa disebut sebagai era modern.
Syarat-Syarat Modernisasi
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah modernisasi
memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut.[2]
a. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat.
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu.
d. Penciptaan
iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi
massa.
e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
Ciri – Ciri Modernisasi
yang dikemukan oleh Kumar yaitu :[3]
1. Individualisme. John
Naisbit dan Patricia Aburdene menyebutnya dengan istilah “ kemenangan individual” yang di maksud
adalah bahwa yang memegang peran sentral dalam masyarakat yaitu individu, bukan
komunitas, kelompok, suku, atau bangsa.
2. Diferensiasi. Artinya adalah pembagaian kerja dalam sejumlah
pekerjaan yang besar. Dengan jumlah dan cakupan
pekerjaan, maka perlu diadakan spesialisasi pekerjaan, penyempitan
definisi pekerjaan dan profesi, akan memerlukan
keragaman,keterampilan, kecakapan, dan latihan.
3. Rasionalitas. Artinya
berperhitungan. Berfungsinya institusi dan organisasi tidak tergantung pada
perseorangan. Inilah yang akhirnya memunculkan teori birokrasi dan organisasi
birokrasi Weber dalam arti manajemen yang efesien.
4. Ekonomisme. Seluruh aspek
kehidupan sosial didominasi oleh aktivitas ekonomi, tujuan ekonomi, kriteria
ekonomi, dan prestasi ekonomi. Masyarakat modern terutama memusatkan
perhatiannya pada produksi, ditribusi, dan konsumsi barang dan jasa yang dalam
hal ini, uang adalah sebagai ukuran umum dan alat tukar.
5. Perkembangan. Modernisasi
cenderung memperluas jangkauan ruang dan lingkupnya yang disebut globalisasi.
Sebagaimana dikatakan oleh Gidden bahwa modernitas adalah globalisasi, artinya
cenderung meliputi kawasan geografis yang makin luas dan akhirnya meliputi
seluruh dunia.
Dampak Modernisasi
Dampak positif dari
modernisasi antara lain adalah kesadaran masyarakat akan pentingnya ilmu
pengetahuan dalam kehidupan, kesiapan masyarakat dalam menghadapi
perubahan-perubahan dalam segala bidang, keinginan masyarakat untuk selalu
mengikuti perkembangan situasi di sekitarnya, serta adanya sikap hidup
mandiri.
Sementara beberapa di antara dampak negatif
dari modernisasi adalah bercampurnya kebudayaan-kebudayaan di dunia dalam satu
kondisi dan saling mempengaruhi satu sama lain, baik yang baik maupun yang buruk,
materialisme mendarah daging dalam tubuh masyarakat modern, merosotnya moral
dan tumbuhnya berbagai bentuk kejahatan, meningkatnya rasa individualistis dan
merasa tidak membutuhkan orang lain, serta adanya kebebasan seksual dan
meningkatnya eksploitasi terhadap wanita.
Tujuan
modernisasi
Modernisasi di setiap negara memiliki tujuan yang sama yaitu
meningkatkan taraf hidup, terutama dalam bidang ekonomi. Untuk meningkatkan
taraf hidup di negara berkembang, maka dipilih cara yang telah ditempuh negara
maju.
a. mengembangkan
ilmu pengetahuan
b. mengembangkan teknologi
c. mengadakan industrialisasi
d. mengembangkan ekonomi
b. mengembangkan teknologi
c. mengadakan industrialisasi
d. mengembangkan ekonomi
Hubungan Agama Dan Modernisasi
Agama dan modernisasi sering menjadi fokus
kajian para sarjana sosiologi
sejak
awal abad ke 18. Mereka tertarik untuk membicarakan bagaimana nasib agama
ketika berhadapan dengan modernisasi yang sedang melanda semua masyarakat di
dunia ini. Hampir semua sarjana sosiologi menganggap bahwa ketika agama
berhadapan dengan modernisasi, ia akan tersisihkan peranannya sebagai faktor
legitimasi utama dalam masyarakat, digantikan oleh lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri yang didasarkan pada
ilmu pengetahuan.
Di zaman modernisasi sekarang ini, manusia
di Barat sudah berhasil mengembangkan kemampuan nalarnya (kecerdesan
intelektualnya) untuk mencapai kemajuan yang begitu pesat dari waktu kewaktu di
berbagai bidang kehidupan termasuk dalam bidang sains dan teknologi yang
kemajuannya tidak dapat dibendung lagi akan tetapi kemajuan tersebut jauh dari
spirit agama sehingga yang lahir adalah sains dan teknologi sekuler. Pandangan masyarakat
modern yang bertumpu pada prestasi sains dan teknologi, telah meminggirkan
dimensi transendental Ilahiyah. Akibatnya, kehidupan masyarakat modern menjadi
kehilangan salah satu aspeknya yang paling fundamental, yaitu asfek spiritual.
Keimanan atau kepercayaan pada agama (Tuhan) terutama Islam itu,
secara pragmatis merupakan kebutuhan untuk menenangkan jiwa. Secara psikologis,
ini menunjukkan bahwa Islam selalu mengajarkan dan menyadarkan akan nasib
keterasingan manusia dari Tuhannya. Manusia bagaimanapun juga tidak akan dapat
melepaskan diri dari agama, karena manusia selalu punya ketergantungan kepada
kekuatan yang lebih tinggi diluar dirinya (Tuhan) atau apapun bentuknya dan
agama diturunkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai
makhluk rasional dan spiritul.
Agama Islam datang membawa pesan universal dengan ajaran yang
komprehensif menawarkan solusi dalam berbagai permasalahan kehidupan umat
manusia diantaranya berupaya untuk mempertemukan kehidupan materialsitis Yahudi
dan kehidupan spiritual Nasrani, menjadi kehidupan yang harmonis antara
keduanya. Di bawah bimbingan Nabi Muhammad Rasulullah saw. Kaum muslimin dapat
membentuk pribadinya yang utuh untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat
dengan melakukan ibadah dan amal shaleh, sehingga mereka memperoleh kejayaan di
segala bidang kehidupan. Islam mengajarkan kepada umatnya akan keseimbangan untuk
meraih kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan akhirat secara bersamaan.
B.
Sekularisasi
Pengertian
Sekularisasi
Sekularisasi diartikan sebagai pemisah antara urusan negara
(politik) dan urusan agama, atau pemisah antara urusan duniawi dan ukhrawi. Jadi
sekularisasi adalah pembebas manusia dari agama dan metafisik artinya bahwa
terlepasnya dunia dari pengertian-pengertian religius yang suci, dari pandangan
dunia semu, atau dari semua mitos supra-natural. Sekularisasi tidak hanya
melingkupi aspek-aspek kehidupan sosial dan politik saja, tetapi juga telah
merambah ke aspek kultur, karena proses tersebut menunjukkan lenyapnya
penentuan simbol-simbol integrasi kultural.
Bagi Peter L. Berger, sekularisasi adalah suatu “proses melalui
mana sektor-sektor dalam masyarakat dan kebudayaan dilepaskan dari dominasi
lembaga-lembaga dan simbol-simbol keagamaan”.[4]
Sedangkan menurut Karel Dobbelaere, sekularisasi adalah suatu
proses dalam masyarakat di dalam mana suatu sistem keagamaan yang transenden
dan mencakup segalanya disusutkan menjadi suatu subsistem dari masyarakat yang
ada bersama subsistem-subsistem lainnya. Proses ini membuat klaim-klaim tentang
pencakupan segalanya itu kehilangan relevansinya. Dengan demikian, lembaga
agama termarjinalisasikan dan terprivatisasi.
Dapat disimpulkan, Sekularisasi terjadi karena di dalam masyarakat
telah berlangsung perubahan-perubahan struktural, yang membuat sistem besar
pengelolaan atau manajemen masyarakat disubdivisikan ke dalam
subsistem-subsistem yang lebih kecil namun rasional, yang masing-masing
memainkan fungsi sendiri-sendiri (ekonomi, politik, famili, pendidikan, sains).
Subsistem-subsistem ini sangat terspesialisasi dan terdiferensiasi secara
fungsional, dan keadaan ini telah menghasilkan organisasi-organisasi yang makin
bertambah rasional.
Latar
Belakang Timbulnya Sekularisasi
Suatu masyarakat adalah produk aktivitas manusia secara kolektif,
dan merupakan realitas yang tidak statis, selalu berubah selaras dengan alam
pikiran. Begitu pula aktivitas manusia secara individu merupakan fenomena yang
dapat berpengaruh pada kolektivitasnya, bahkan secara realitas dapat memainkan
peranan mengubah dunia. Artinya dalam hal ini manusia selalu dihadapkan pada
konfrontasi terhadap realitas dan ia ingin selalu memperbaiki diri dan
lingkungannya. Apalagi jika manusia telah dihadapkan pada kondisi yang
membatasi ruang gerak aktivitas maupun kebebasan berpikirnya, maka akan muncul
reaksi yang merupakan manifestasi dari akumulasi potensi untuk kemudian
mendobrak apa yang telah mengekangnya.
Tidak berbeda dengan apa yang telah terjadi pada masyarakat Kristen
Barat. Munculnya gerakan Protestantisme tidak lain merupakan reaksi terhadap
kendali religius saat itu, yakni Dominasi Gereja Katolik yang telah
mengekangnya. Perspektif semacam ini dimaksudkan untuk menyentuh sebuah potret
pada masyarakat Kristen Barat, karena gambaran situasi religius itulah yang
merupakan latar belakang yang telah meletakkan dasar bagi timbulnya
sekularisasi. Salah seorang filsuf Kristen, Jogues Maritain telah menguraikan
tentang bagaimana dunia Kristen dan dunia Barat melewati krisis gawat sebagai
akibat peristiwa masa kini, yang diiringi oleh kebangkitan nalar dan empirisme
serta kemajuan ilmu dan teknologi. Krisis semacam itulah yang dikatakan sebagai
sekularisasi.[5]
Macam- Macam Sekularisasi
ü Sekulariasasi Budaya
Salah satu bentuk sekularisasi yang terjadi dalam konteks budaya Indonesia adalah budaya Bali. Topeng sebagai bentuk karya seni
tradisional di Bali lebih dikenal dengan sebutan lapel, dalam aktivitas berkeseniannya
lebih dikenal lewat seni pertunjukan tan maupun dramatari, Keberadaan topeng
dalam mayarakat sangat berkaitan erat dengan upacara-upacara keagamaan Hindu,
karena kesenian dalam agama dan masyarakat.
Pergeseran dari masyarakat riligus magis ke masyarakat yang lebis
bersifat sekuler. Proses sekularisasi dalam kesenian topeng terjadi, yang
dahulu dianggap sakral dan hanya dapat ditarikan pada waktu-waktu tertentu atau
pada hari suci sekarang sudah dapat dinikmati setiap saat. Demikian pula pada
Topeng Pajegan yang dahulu sebagai pelengkap dan sarana upacara sekarang sudah
dapat dipertunjukan kapan saja. Dalam pementasannya pun sering tidak lengkap
yang dipentingkan adalah unsur estetis gerakan tarinya. Proses pergeseran ini
tentu berlangsung sampai scat ini, dan masyarakat dalam masa transisi.
ü Sekularisasi Agama
Hubungan yang jelas antara sekularisasi agama terjalin karena
adanya dua periodesasi sekuler. Periode sekulasisasi terbagi ke dalam 2 macam
periode, yaitu:
a. Periode sekularisasi moderat
Periode sekularisasi moderat terjadi antara abad ke-17 dan ke-18.
Pada periode sekularisme moderat, agama dianggap sebagai masalah individu yang
tidak ada hubunganya dengan negara, tetapi meskipun demikian negara masih
berkewajiban memelihara gereja, khususnya bidang upeti atau pajak. Dalam
pengertian ini, dalam pemisahan antara negara dan gereja, tidak dirampas agama
Masehi sebagai agama sekaligus dengan nilai-nilai yang dimilikinya, meskipun
ada sebagian ajarannya ada yang diingkari, dan menuntut menundukkan
ajaran-ajaran Masehi kepada akal, prinsip-prinsip alam, dan perkembanganya.
b. Periode
sekularisme ekstrem
Periode sekularisasi ekstrem berkembang pada abad 19 jika pada
periode sekularisme moderat, agama masih diberi tempat dalam suatu negara, maka
pada periode ekstrem, agama tidak hanya menjadi urusan pribadi, akan tetapi
negara justru memusuhi agama. Begitu pula negara memusuhi orang-orang yang
beragama. Peiode kedua ini, atau periode sekularisme ekstrem pada abad 19 dan
20 merupakan periode materialisme atau disebut sebagai revolusi sekuler. Dari
dua periode tersebut agama bukan lagi hal yang sangat penting dan sedikit
diabaikan .
Dengan mengetahui periode sekularisasi yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka kita dapat mengetahui hubungan Sekularisasi dan masa depan
Agama. Sekularisasi dalam hal ini mendudukkan agama sebagai aspek sentral dalam
membicarakan dan memerikan penilaian terhadap konsep-konsep tentang
sekularisasi, serta agama sebagai kacamata untuk melihat proses atau fenomena sekularisasi
tersebut.
Contoh
Hubungan Sekularisasi Dengan Agama
Sekularisasi memberi pelajaran berharga kepada Gereja, yakni agama
yang mengusung misinya dengan mengunakan otoritas politik apalagi bersifat
monolitik selalu berpeluang menjadi korup dan pada akhirnya mengalami
kegagalan. Dalam sebuah dunia modern yang semakin terdiferensiasi, klaim dari
otoritas manusiawi sekalipun diinspirasikan oleh ajaran yang amat luhur
tampaknya akan selalu berhasil dipatahkan sekurang-kurangnya dikritik oleh
otoritas lain. Sebagai contoh, kita dapat melihat gereja kita sendiri yaitu
gereja HKBP. Di gereja kita saat ini, banyak pimpinan gereja yang menggunakan
otoritasnya untuk mengendalikan semua sistem gereja. Para pemimpin
gereja menggunakan hak yang dia miliki dengan sesuka hatinya, hal itu sangat
terlihat jelas di gereja kita saat ini. sebagai seorang pelayan kelak,
hendaknyalah kita mampu menjadi seorang pelayan yang tidak otoriter.
Selain dari hal yang telah disebutkan sebelumnya, kita memahami
bahwa gereja saat ini telah terpengaruh oleh modernisme dan sekularisasi
kebudayaan yang pada akhirnya telah mengubah gereja HKBP. HKBP terkenal dengan
gereja yang memelihara adat dan budaya dalam setiap ibadah yang dilakukan.
Misalnya saja, dalam hal berpakaian. Di gereja-gereja HKBP yang berada di kota, saat ini telah mengalami
kemunduran dalam cara berpakaian. Pada dasarnya hal itu adalah baik, karena
zaman telah mempengaruhi bagaimana seseorang berpakaian. Akan tetapi, sangatlah
tidak pantas jika seorang wanita menggunakan pakaian yang seenaknya ketika dia
akan mengikuti ibadah, khusus dalam konteks gereja HKBP. Jika kita bandingkan,
sangatlah berbeda cara berpakaian gereja yang berada di kota dan
pedesaan. Bukan soal kualitas pakaian, akan tetapi kewajaran berpakaian. Saya
sangat senang jika seorang wanita datang ke gereja layaknya sebagai seorang
wanita yang mengenakan pakaian yang sopan. Bukan berarti kita menolak
modernisme yang terjadi, akan tetapi kita harus dapat memilah pakaian mana yang
sesuai dengan konteksnya.
Hal lain yang dapat kita refleksikan dalam gereja kita saat ini
adalah pengaruh sekularisasi yang harus kita manfaatkan dengan baik.
Sekularisasi jangan dianggap akan mematikan agama. sekularisasi pada dasarnya
dapat membangun gereja lebih baik lagi, jika kita mampu memilah pengaruh
sekularisasi tersebut. Hendaknyalah gereja dapat lebih berkembang dan mengalami
pembaharuan. Sehingga gereja ada tidak hanya untuk menjadi berkat bagi anggota
jemaat, tapi juga untuk setiap orang yang ada dilingkungan gereja.
C.
Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan modernisasi
merupakan suatu sikap dan langkah, dimana pada awalnya segala persoalan yang
dihadapi manusia dengan selalu bertumpu pada kodrat-kodrat ilahiyah,
akhirnya dapat dipecahkan melalui seperangkat teknik. Dari pandangan ini, dapat
diperoleh suatu batasan bahwa modernisasi bertumpu pada usaha manusia untuk
menemukan teknik, sehingga melalui teknik, dunia mudah dibentuk melalui
perencanaan dan teknologi.
Sekularisasi adalah salah satu
manifestasi dari dampak sosio-psikologis proses modernisasi dan perkembangan
kapitalisme pada segenap segmen masyarakat di dalam hampir semua negara pada
dekade-dekade terakhir abad ke20
D.
Daftar
Pustaka
M. Setiadi, Elly dan Usman Kolip. Pengantar
Sosiologi : Pemahaman
Fakta Dan
Gejala Permasalahan
Sosial Teori, Aplikasi, Dan pemecahannya. Jakarta : Kencana. Cet. I. 2011
Puspito, D.
Hendro.Sosiologi Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Cet. I. 2006
Pardoyo. Sekularisasi
Dalam Polemik. Yogyakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti. Cet. I. 1993
L Berger, Peter. Langit Suci. Jakarta:
LP3ES. Cet. I. 1991
Azyumardi Azra, Desekularisasi Dunia,dari www.republika.co.id/kolom_detail.asp.(download pada tanggal 15 Desember 2013)
E.
[1] Elly M. Setiadi,Usman Kolip,
Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta dan Gejala permasalahan social: teori,
aplikasi, pemecahannya. ( Jakarta : Kencana, Cet. I., 2011 ) hal.670
[2] Elly M. Setiadi,Usman Kolip,
Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta dan Gejala permasalahan social: teori,
aplikasi, pemecahannya. ( Jakarta : Kencana, Cet. I., 2011 ) hal.673-674
[3] Elly M. Setiadi,Usman Kolip, Pengantar Sosiologi :
Pemahaman Fakta dan Gejala permasalahan social: teori, aplikasi, pemecahannya.
( Jakarta : Kencana, Cet. I., 2011 ) hal.699-700
[4] Peter L. Berger, Langit
Suci, (Jakarta: LP3ES, Cet.
I., 1991), hal. 128.
[5]Azyumardi Azra, Desekularisasi
Dunia,dari www.republika.co.id/kolom_detail.asp.(download
pada tanggal 15
Desember 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar